JAKARTA. 19 Mei 2023. Pesatnya perkembangan teknologi generasi 4.0, yang salah satunya ditandai dengan kehadiran sistem kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), menimbulkan kekhawatiran di berbagai bidang. Di pasar tenaga kerja, misalnya, ada kekhawatiran industri 4.0 akan menurunkan bahkan menghilangkan permintaan beberapa jenis pekerjaan karena tergantikan oleh mesin maupun AI.Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, dalam kajian terbarunya, menyatakan ada potensi 23 juta orang terancam kehilangan pekerjaan pada 2030 sebagai dampak dari perkembangan teknologi dan digitalisasi. Karakteristik pekerjaan yang terancam, dalam kajian Kadin, antara lain pekerjaan yang terstandarisasi, dapat dilakukan dengan bantuan teknologi, tingkat risiko kecelakaan kerja tinggi, serta pekerjaan yang kurang fleksibel.Kondisi ini perlu disikapi dengan adanya upaya pengembangan keterampilan serta kompetensi baru agar pekerja dapat mengikuti perkembangan zaman. Karena itulah, sektor pendidikan memiliki peran penting dalam menyiapkan generasi yang mampu mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman. Di sisi lain, bidang pendidikan juga menghadapi ancaman dengan adanya kehadiran kecerdasan buatan.

“Ada kekhawatiran, pada suatu saat nanti, kecerdasan buatan akan menggantikan peran guru atau dosen,” kata Dekan Sekolah STEM Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Stevanus Wisnu Wijaya, dalam acara Teachers Gathering 2023 yang diadakan Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) di Hotel The Westin Jakarta. “Namun, kekhawatiran itu bisa disikapi secara positif. Kehadiran AI jangan dilihat sebagai sebuah ancaman, justru sebagai sebuah kesempatan untuk mendukung proses pendidikan.”

Salah satu manfaat kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan, kata Wisnu, adalah dengan menjadikan AI sebagai sumber pengetahuan untuk membangun inovasi baru. Jika dimanfaatkan dengan baik, ia melanjutkan, AI bisa menghadirkan pengalaman belajar yang lebih baik dan menarik bagi siswa. Dengan demikian, para siswa akan terdorong untuk menjadi lebih kreatif yang pada akhirnya bisa turut berperan dalam perkembangan teknologi itu sendiri, dengan menjadi co-creator dan inovator teknologi-teknologi baru.

Bagi guru, Stevanus menjelaskan, AI sangat potensial dimanfaatkan sebagai alat untuk menganalisis data. Dengan kemampuan kecerdasan buatan yang terus berkembang, para guru bisa menggunakan hasil analisis tersebut untuk membuat pemetaan minat dan bakat para siswa, hingga merancang model pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan. “Kehadiran AI akan mendorong banyak inovasi di bidang pendidikan.”


Dalam acara yang sama, Dekan Sekolah Hukum dan Studi Internasional Prasmul, Dr. Noer Hassan Wirajuda, mengatakan, para pendidik juga harus peka dalam melihat tren dalam proses pembelajaran. Baru-baru ini, Pusat Studi Kebangsaaan Indonesia Universitas Prasetiya Mulya melakukan survei terhadap 1.600 mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk mengetahui cara belajar dan bagaimana mereka mendapatkan pengetahuan.


“Dari survei itu terungkap, para siswa belajar melalui internet dan media sosial. Sisanya, sebanyak 26 persen menjawab belajar dari kelas, dan 16 persen lainnya belajar dari buku,” ujar Hassan yang juga menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Kebangsaan Prasmul. Hasil survei ini, kata dia, memperlihatkan tren baru yang bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pendidik. Karena survei tersebut juga menunjukkan para anak didik menginginkan proses pembelajaran yang lebih interaktif.


Menurut Hassan, para pendidik, guru maupun dosen, harus siap menghadapi perubahan tersebut dan menangkap keinginan para anak didiknya. “Guru perlu mengembangkan metode baru dalam pembelajaran yang lebih interaktif, tanpa mengurangi kualitas muatan ilmu yang disampaikan.” Sebagai contoh, ujar Hassan, para pendidik bisa memanfaatkan media sosial, kecerdasan buatan, sampai teknologi metamesta (metaverse) untuk memberikan materi pendidikan secara multimedia, sehingga proses belajar para siswa menjadi lebih menarik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *